Senin, 19 Januari 2009

KA Feeder Poncol-Bojonegoro kapan dibenahi?

Oleh: Agus Hariyanto 

Mengenai biaya transportasi saya dari Semarang ke Bojonegoro, banyak teman saya kuliah yang kaget. Pasalnya, bisa-bisanya saya yang berasal dari Jawa Timur bisa pulang dengan biaya lebih murah dibanding mereka yang berasal dari Jawa Tengah. 

Muzakka misalnya, teman saya di IAIN Walisongo ini mengaku menghabiskan Rp 20.000 untuk sekali jalan ke Pati. Jumlah itu sama besarnya dengan yang dikeluarkan oleh Ami yang berasal dari Bangsri, Jepara. Lain halnya dengan Huda, dia harus merogoh kocek sebesar Rp 27.000 untuk bisa pulang ke Pekalongan. Sedangkan Jali, harus membayar RP 25.000 untuk ke Solo, sama dengan Fattah yang asli Grobogan. 

Mereka kaget, bahkan ada yang mengaku iri, ketika saya bilang hanya butuh Rp 10.000 sekali mudik ke Bojonegoro. Rp 3.000 untuk bis dan Rp7.000 untuk kereta api. Padahal, jarak Bojonegoro-Semarang relatif lebih jauh daripada daerah mereka yang notabene berada di Jawa Tengah. 

Mendengar itu semua, ada rasa senang sekaligus prihatin dalam hati. Senang, karena faktanya saya bisa pulang dengan biaya sangat murah. Prihatin karena kondisi kereta yang saya tumpangi selama ini sangat memprihatinkan bahkan membuat miris siapapun yang melihat.

Bagaimana tidak? Kondisi KA Ekonomi Feeder Poncol-Bojonegoro memang tak karuan. Pengalaman saya, setiap hari Sabtu dan Minggu kereta pasti penuh sesak. Tiap gerbong bisa terisi lebih dari 130 orang, pahadal kapasitasnya hanya 106 penumpang. Apalagi jika bertepatan dengan hari libur nasional. Dari stasiun awal, baik Bojonegoro maupun Poncol, kereta pasti sudah penuh. Tidak jarang, diantara penumpang banyak yang nekat ke atas gerbong.

Penumpang yang tak kebagian tempat duduk harus berdiri berhimpitan, berharap ada penumpang yang turun di stasiun depan. Keadaan ini bukan tanpa resiko. Selain haurs berebut ruang dengan pedagang asongan, tukang pecel dan pengamen, mereka juga harus siaga menyeimbangkan tubuh saat kereta berangkat maupun mendadak ngerem. Mereka juga dituntut waspada terhadap barang bawaan, dompet dan barang berharga lain. Sebab, pencopetan kerap terjadi. Dengan bergerombol 3-5 orang, para pencopet itu siap memepet dan memaksa dengan senjata, utamanya di pintu keluar-masuk atau sambungan gerbong. 

Kereta Freder ini juga kerap terlambat. Suatu ketika, KA yang sedianya berangkat pukul 05.30 WIB terlambat satu jam, tak jelas penyebabnya. Ketika sudah berjalan, kereta berhenti lama di beberapa stasiun. Penyebabnya adalah crash. Menunggu dan mempersilahkan kereta yang lebih mahal, semisal kereta Argo (kelas eksekutif) untuk lewat. Akibatnya, kereta telat dua jam sampai Bojonegoro.

Peristiwa serupa saya alami juga saat ke Semarang. Karena telat ke Stasiun, saya harus berdiri sampai Semarang. Ditengah perjalanan, kereta mengalami kerusakan dan butuh satu jam untuk perbaikan. Lalu, kereta berjalan dan lagi-lagi berhenti lama di beberapa stasiun. Crash. Saat adzan Magrib terdengar, biasanya kereta sudah sampai Poncol, paling tidak sudah sampai stasiun Alas Tuwa. Tapi, saat itu masih di stasiun Kradenan, Grobogan. 

Banyak penumpang yang panik, terutama yang membawa balita. Sebab, kipas angin dan lampu yang terpasang di atap tak berfungsi. Jadilah kami hanya diam menjaga diri dan bawaan di tengah udara yang panas dan kegelapan. Saat tiba di Semarang, jam menunjukkan pukul 20.30 WIB. Telat tiga jam.

Yang lebih miris adalah keadaan toilet. Walaupun ada lubang tempat berhajat dan kran air, disana tak pernah ada airnya. Sehingga, penumpang yang kebelet pun terpaksa membeli air mineral. Perilaku kondektur pun tak kalah memprihatinkan. Saya sering melihat penumpang yang tidak membeli karcis, lalu dengan santai menyelipkan beberapa lembar ribuan ke sakunya. Dan kondektur pun berlalu cepat. Lalu, saya berpikir. Apakah semua kereta di indonesia kedaannya begini?. Haruskah ini terjadi pada angkutan yang merakyat? Atau karena saya membayar murah?

Perlu pembenahan secepatnya.
Melihat keadaan diatas, pembenahan terhadap KA Feeder adalah mutlak dilakukan secepatnya. Karena, selain harga tiketnya terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah, kereta api juga efektif mengurangi kemacetan dan angka kematian akibat kecelakaan bermotor di jalan raya. Penggunaan kereta api secara massal bisa menghemat subsidi BBM yang begitu besar menyedot APBN. Dengan memakai kereta, kita bisa mengurangi subsidi yang dikeluarkan pemerintah terhadap BBM yang harganya semakin melangit. 

Apalagi jika dikaitkan dengan global warming yang akhir-akhir ini santer terdengar, penggunaan kereta api pastinya merupakan pilihan pintar yang perlu di dukung. Sebab, polusi yang berasal dari kendaraan bermotor bisa di minimalisir. Hal itu, Paling tidak ikut menghambat global warming. Sekarang, sudah waktunya bagi para pengelola untuk memperhatikan dan membenahi. Kereta api. Termasuk, kereta Feeder jurusan Semarang Poncol-Bojonegoro. Jika setiap hari Sabtu, Minggu, libur nasional dan hari besar keagamaan kereta dibanjiri penumpang, pengelola bisa memsiasatinya dengan menambah gerbong atau mengoperasikan kereta tambahan khusus.

Pengelola harus memperbaiki pelayanan serta mengoptimalkan kembali fasilitas dan komponen kereta api yang tak berfungsi. Seperti perbaikan terhadap kipas, penerangan dan air pada toilet. Agar penumpang senang naik kereta lagi. Perbaikan pelayanan juga perlu ditingkatkan. Misalnya dengan menempatkan penjaga pada setiap gerbong. Hal ini untuk memberikan rasa aman pada tiap penumpang, tanpa takut pada pencopet lagi. Sesekali, diperlukan juga operasi dan pemeriksaan pada pengamen yang kadang-kadang memaksa.

Terhadap para kondektur “nakal” yang suka diberi uang ribuan, pengelola harus tegas memperingatkan. Kalu perlu dicopot sekalian. Hal itu, agar praktek suap “ tahu sama tahu” bisa dihilangkan. Jiak tetap terjadi, bukankah pengelola yang rugi? Jika para pengelola segera melakukan pembenahan komponen dan pelayanan. Bukan tidak mungkin, kereta api akan menjadi alat transportasi favorit di masa mendatang. Sebab selain murah, ramah lingkungan dan anti macet, kereta juga punya pelayanan bagus.

Lalu, kapan KA Feeder Poncol-Bojonegoro yang ‘merakyat” ini akan dibenahi?.

Agus Hariyanto, Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin Program Khusus (FUPK) IAIN Walisongo, Anggota Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (IKAJATIM).

Tidak ada komentar: