Senin, 27 Juni 2011

Mengajari Pemimpin Beretika


Judul : Bertambah Bijak Setiap Hari: Lima Matahari
Penulis : Budi S. Tanuwibowo
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2010
Tebal : 185 halaman

Layaknya mesin lokomotif pada kereta api, pemimpin adalah penarik gerbong bangsa. Pemimpin bertanggung jawab secara moral kepada seluruh rakyatnya menuju kemajuan. Kepada pemimpinlah harapan seluruh rakyat digantungkan.
Namun, apa yang kita lihat belakangan ini sungguh memprihatinkan. Beratus drama dipentaskan para pemimpin kita dengan apik. Kebanyakan drama berisi kisah saling serang, saling menjatuhkan, memperkaya diri dan menutup kebenaran. Janji-janji manis yang pernah terucap seakan dilupakan. Kita pun bertanya-tanya. Apa tidak salah kita menggantungkan harapan kepada mereka.

Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang mengemuka pada buku ini. Walaupun secara eksplisit penulis tidak mengatakan, namun dari apa yang ditulis kita bisa menangkap bahwa sebenarnya ia ingin mengeritik polah-tingkah para penguasa yang jauh dari etika.

Dengan santun penulis mengemas kritik dan "nasihat" tersebut dalam puluhan kisah pendek. Ada kisah guru menasehati muridnya yang merupakan putra mahkota kerajaan. Ada obrolan santai namun berisi dari empat sahabat dan nasihat bijak dari beberapa tokoh panutan semacam Sheng Ren Kong Zi (Confusius) yang ditulis dengan bahasa populer.

Dalam "setan dan organisasi" penulis mengeritik manusia-manusia, terutama para elite di Indonesia yang senang terkotak-kotak dalam organisasi. Dari organisasi-organisasi itu banyak perpecahan tercipta. Setiap ada ketidaksamaan pandangan atau kekecewaan anggota sering keluar dan membuat kelompok sendiri dan tak berujung pada pertikaian. Organisasi yang awalnya menyatukan malah menjadi ajang baku hantam. (h.23)

Para pemimpin kita sering bertingkah laiknya anak-anak. Anak yang baru belajar bicara, pasti dia akan berbicara selam ia terjaga. Hanya terhenti kalau sedang tidur atau lelah. Demikian pula kebanyakan pemimpin kita. Mereka baru belajar bicara setelah sekian lama mulut dan pita suaranya tidak boleh digunakan. Sekarang, setelah bebas bicara mereka "belajar" saling mengeritik, menghina, menyerang, memfitnah dan menjatuhkan. hal ini dibahas dalam "Kata-kata dan empat ekor kuda."

Dalam tulisan itu pemimpin dituntut untuk bisa memahami setiap keadaan sebelum berkata. Sebab perkataan seorang pemimpin adalah keputusan, komitmen, janji yang harus ditepati. Ibaratnya sekali kata atau janji terucap, empat ekor kuda tidak bisa mengejar atau menariknya kembali (h.114)

Dalam "Sepasang sayap kehidupan" dan "memperkuat mata rantai terlemah" penulis membahas pentingnya campur tangan pemerintah dalam memperkuat peran mata rantai yang masih lemah di negeri ini, perempuan.

Laki-laki dan perempuan ibarat sepasang sayap dari seekor burung. Burung tidak bisa terbang dengan cepat bahkan tidak bisa terbang selagi salah satu sayapnya ada yang sakit atau terbelenggu. Begitu juga, sebuah bangsa tidak akan maju dengan cepat bila perempuan yang punya 50% saham masih belum terberdayakan.

Penulis juga menyoroti pentingnya sebuah kebijakan yang adil bagi petani yang mayoritas di negeri ini namun tidak sejahtera. Dalam "Huang Di, petani dan pertanian" penulis dengan panjang lebar "mengajari" para pemimpin kita bagaimana cara menyejahterakan bangsa dengan menyejahterakan petani. Di antaranya dengan menyediakan lahan yang cukup, kredit ringan, riset pertanian dan pembelian produk petani dengan harga standar oleh pemerintah.

Dengan meningkatnya kesejahteraan, daya beli petani akan naik. Hal ini tentu berpengaruh signifikan pada banyak hal, seperti perkembangan ekonomi negara, menguatnya sektor pertanian dan menurunnya arus urbanisasi (h.142).

Namun puluhan kisah dan judul cerita dalam buku ini sepertinya bermuara pada satu tema besar _yang ditulis di awal buku- mengenai pemimpin yang harus selalu diterangi "5 matahari" dalam mengambil setiap keputusan. Sun of energy (matahari asli sebagai sumber energi dan penerang), love (cinta kasih), wisdom (kearifan), courage (keberanian) and knowledge (ilmu pengetahuan).

Intinya, pemimpin dituntut untuk memahami keadaan yang sebenarnya sebelum membuat sebuah kebijakan. Pemimpin harus mempertimbangkan rasa keadilan, kemanusiaan, cinta kasih, kearifan dan berdasar pada ilmu pengetahuan. Namun semua kebijakan yang diambil tentu hanya menjadi teori/undang-undang jika tidak ada keberanian dari pemimpin untuk melaksanakannya.

Lima matahari tersebut adalah sebuah paket yang saling menopang dan melengkapi. Lima matahari itu harus menyinari kebijakan yang diambil para pemimpin untuk mencapai sebuah bangsa yang maju namun tetap beradab dan bermartabat.

Agus Hariyanto, Peneliti pada Kalamende Institut Semarang
pernah dimuat di Okezone.com pada 16 Juni 2011

Kamis, 24 Juni 2010

Petani Mogok

Cerpen oleh Agus Hariyanto
foto: http://beritamanado.com

“Mulyo Tani” itulah nama kelompok yang digagas oleh Mbah Mardi, seorang yang menghabiskan hampir setiap inci umurnya untuk bergelut dengan cangkul dan lumpur. Usianya memang lewat kepala tujuh tapi semangat dan daya kritisnya masih pilih tanding. Sorot matanya tajam, seakan menantang siapapun yang bersitatap. Rambutnya lurus sampai bahu, tak ada yang hitam barang sehelai.
Sisa-sisa kekekaran masih terlihat juga di tengah keriput yang semakin merata. Mbah Mardi jarang sakit laiknya kebanyakan petani karena rajin berolahraga; di sawah. Kalaupun sakit, paling cuma batuk atau demam yang lewat dalam hitungan hari. Kumis, cambang dan jenggot lebat yang menggelayuti wajahnya dijamin bisa menggetarkan lawan bicaranya.

Namun, semua warga desa tahu bahwa di balik wajah sangar itu teronggok hati nan lembut. Empat kerbaunya sering dipinjami tetangga. Hasil panen dari sawahnya yang cuma dua petak tak jarang dihutangi juga. Tapi dasar Mbah Mardi, semua mata yang keluar dari rumahnya hampir tak ada yang berwajah masam. Suwuk sembur nya yang ampuh melibas segala macam penyakit juga lumayan terkenal, bahkan sampai desa-desa seberang.

Mantan jawara pencak silat se-kabupaten ini tak punya keturunan. Satu-satunya istri telah mendahuluinya ke alam baka. Karenanya Mbah Mardi sangat senang jika ada seorang yang tandang bertuan. Sekadar mengasapi lorong rumah dengan tembakau, menyeruput kopi tak apa. Namun tak jarang pula seseorang tandang demi mendulang pertimbangan-pertimbangannya.

Malam Jumat kemarin ada lima orang berkumpul di rumahnya. Mbah Mardi sendiri, Sarmin, Jamari, Partono dan aku yang dalam kelompok baru ini dibebani sebagai juru tulis. Kami berlima karib senasib sedari mula. Mulai dari menggembala, memburu kuntul bahkan menjadi buruh di seberang.

“Anak-anak muda di desa ini harus sekolah, bagaimanapun caranya. Hanya itulah jalan keluar agar desa ini tidak terus terbelakang,” ucap Mbah Mardi membuka pertemuan.

“Saya setuju usulan itu. Banyak anak muda desa ini yang lumayan pintar tapi tak bisa meneruskan sekolah di perguruan tinggi. Tak ada biaya,” ucap Sarmin.

“Tahun lalu, cucu saya malah memperoleh tawaran beasiswa dari Semarang karena dapat rangking dua se-kecamatan tapi tak diambil. Walaupun SPP nya gratis kehidupan di kota kan mahal,” tambah Jamari yang malam itu mendapat mandat sebagai pemelihara kas.

“Untuk itulah kalian aku undang. Aku ingin anak-anak ini kuliah tanpa harus memikirkan biaya,” Mbah Mardi menjawab.

“Masa ada sekolah tidak butuh uang,” sahut Partono.

“Aku sudah memikirkan hal itu sejak lama, ini saatnya untuk dicoba. Kita akan berkirim surat.”

“Surat?”


***

Beribu maaf kami haturkan sebelumnya. Kami adalah para petani kecil dan banyak di antara kami yang tidak pernah ikut sekolah. Tapi, cucu-cucu kami banyak yang sekolah, walaupun hanya sampai tingkatan menengah atas. Nilai cucu-cucu kami juga lumayan bagus, sayangnya kami tidak bisa terus menyekolahkan mereka. Kami tidak punya biaya. Melalui surat ini kami memohon dengan sangat supaya cucu-cucu kami dibantu untuk meneruskan sekolah lagi.

Dari kami,
Kelompok Petani Mulyo Tani Desa Sidogiri.


Begitu isi suratnya.

Kami menyisihkan sedikit demi sedikit uang untuk amplop dan biaya pos. Mulanya kami sambangi Kepala Desa untuk persetujuan serta tanda tangannya. Tak ada guna kami ke sana, Pak Kades tak mau mengail bencana setelah tahu surat ini beralamat kepada Pak Camat. “Bukannya saya tak mau memberi persetujuan. Ini semua di luar wewenang saya. Kalau hanya surat keterangan warga desa saya bisa buatkan, sekali lagi mohon maaf,” ucap Pak Kades.

Pantang patah arang, kami pun memutuskan untuk mengirimkannya langsung ke Kecamatan. Seminggu dua tak jua balasan datang. Dengan isi sama, surat itu kami layangkan ke Bupati. Lelah menunggu jawab surat itupun kami alamatkan ke Gubernur. Masih tak berjawab juga, surat itu kami kirimkan ke Menteri Pendidikan. Tak dapat apa yang kami niat. Surat kandas tak berbalas.

Malam itu kumpulan kembali dihelat. Kami sepaham untuk melayangkannya kepada Presiden. Tak main-main, kali ini kami membuat dua belas surat sekaligus. Kami akan mengirimnya sehari barang selembar, selama dua minggu.

“Kalau ini tak juga ada hasil tak usahlah kita berkirim-kirim surat lagi. Berat di ongkos,” begitu kata Mbah Mardi. Kami mengamininya.


***

Hingga datanglah hari itu –empat puluh hari setelah surat yang terakhir terkirim- berlima kami diminta menghadap Bupati. Diiring Pak Kades dan Camat yang terlihat agak rikuh. Ya, surat kami kepada Presiden mendapat tembus. Secara khusus Presiden menitipkan pesan agar kami mempersiapkan 15 anak muda. Hanya jumlah itu yang ditanggung. Apapun jurusan dan perguruan tinggi yang mereka anggap bisa dipilih.

Pengumuman besar-besaran kami sebar. Pemuda yang kira-kira berminat kami datangi untuk di data. Yang ikut berburuh di luar desa, kami minta kembali. Yang bekerja serabutan di kota juga kami kabari.

Ternyata banyak sekali yang berminat untuk kuliah. Ada 46 pemuda. Di antara mereka ada yang akan melepaskan pekerjaannya di warung makan jika ikut terpilih. Akhirnya tenaga Pak Slamet kami minta juga. Guru SD yang ditugaskan di desa kami itu kami serahi memilih 15 terbaik.

Waktu bergulir terus berlalu. Sampai pada akhirnya kami harus mengantar mereka sampai ke batas desa. Setelah diberi wejangan oleh Mbah Mardi sampai malam memuncak, hari ini mereka akan pergi ke kota tujuan masing-masing. Kepada mereka doa kami haturkan, harapan kami titipkan.


***

Empat tahun kemudian

“Hari ini syukur wajib kita ucap. Desa kita sekarang sudah punya sarjana-sarjana dalam berbagai bidangnya. Ada dokter, sarjana pendidikan, ahli pertanian, ekonomi dan teknologi, energi, informatika dan hukum. Secara khusus saya ucapkan selamat kepada kalian para sarjana karena memenuhi janji untuk kembali dan membangun desa. Jarang, orang pintar mau mengamalkan ilmu di desa terpencil dan terbelakang seperti ini. Saya harap tak ada sesal hati,” ucap Mbah Mardi dalam syukuran di rumahnya kala itu.

“Tak ada kata menyesal, kami malah sangat berterimakasih sudah dibantu menuntut ilmu. Kini, saatnya kami amalkan ilmu seperti janji kami dahulu,” ujar salah seorang sarjana baru itu.

Hari-hari selepas pertemuan itu begitu cepat berlalu. Tak sadar dua tahun terlampaui. Wajah desa kelihatan sumringah menikmati perbaikan demi kemajuan yang diukir para sarjana muda sebagai penggerak. Kini desa telah berswasembada listrik. Dengan turbin yang digerakkan sumber air yang ada di ujung desa warga hanya perlu menyisihkan sedikit uang untuk perawatan. Sisa energi disalurkan ke desa-desa tetangga yang kekurangan.

Warga juga tak lagi bingung dengan harga pupuk dan pestisida yang melambung. Pupuk organik dan penangkal hama telah berhasil diproduksi. Didirikan pula koperasi multi fungsi, simpan-pinjam, menampung hasil pertanian dan tempat belanja murah. Rekayasa bahan bakar dan energi terbarukan juga sudah mulai dipergunakan. Dari urin sapi, tanaman jarak, kelapa dan singkong. Begitulah, wajah desa banyak berubah.


***

Malam itu, kumpulan “Mulyo Tani” kembali dihelat. Kali ini ditambah para sarjana. Kami bermufakat untuk menggelar aksi mogok.

“Ini saatnya kita menjadi tuan di negeri sendiri. Esok kita tanam padi untuk diri sendiri saja. Selama ini susah payah kita menanam padi, namun setelah jadi gabah dan beras keringat kita tak dihargai dengan semestinya. Uang yang kita dapat tak cukup untuk sekadar hidup. Untuk membayar utang tak kurang saja sudah senang. Esoknya kita harus pontang-panting cari utang untuk membeli pupuk. Hasil produksi kita sengaja ditekan harganya, katanya untuk mengerem inflasi. Sedang semua hal yang tidak kita produksi mahalnya setengah mati. Banyak sawah terjual hanya untuk suntik beberapa kali. Pendidikan tinggi sulit digapai. Saya rasa menjadi petani saat ini tak ubahnya menjadi budak di negeri sendiri,” ucap Mbah Mardi berapi-api.

Dua hari kemudian kami melakukan demonstrasi di kantor kecamatan dan kabupaten. Paginya, berbagai media banyak memberitakan acara mogok kami.

Beberapa hari kemudian kami dipanggil untuk menghadap ke kantor bupati. Kali ini juga masih ditemani Pak Kades dan Camat yang akhir-kahir ini uring-uringan karena mendapat teguran dari atasan. Tidak becus mengurusi warganya yang berbuat onar.

“Kalian itu apa tidak tahu cara berterima kasih. Apa ini balasan terhadap pemerintah yang telah menyekolahkan anak-anak desa kalian hingga jadi sarjana. Sebenarnya apa mau kalian?” Bupati memulai pembicaraan.

“Mohon maaf sebelumnya. Beberapa dari anak-anak kami memang telah disekolahkan oleh pemerintah, tapi bagaimana dengan nasib anak-anak petani yang lain. Bagaimana dengan anak-anak nelayan, buruh pabrik dan anak-anak miskin kota yang sampai saat ini tak bisa sekola...” Belum selesai Mbah Mardi menjawab Bupati sudah memotong.

“Itu urusan mereka. Itu salah mereka, mengapa masih saja mau saja menjadi orang miskin. Kalau tahu menjadi petani, buruh atau nelayan itu susah, mengapa tidak beralih pekerjaan,” ujar bupati dengan nada tak bersalah dan sebaliknya malah menyalahkan rakyat miskin.

Saat itu ingin rasanya aku menyarangkan kepalan ke mukanya, namun puluhan petugas yang berbaris membuat urung. Sempat mampir di mataku siluet tangan Mbah Mardi yang juga mengepal. Tak kusangka Bupati yang pada masa kampanyenya begitu merakyat kini berbalik 180 derajat. Setelah mendapat cukup “arahan” kami pun pulang.

Esoknya, seluruh pelosok negeri gempar dengan sebaran SMS “Kami mengajak seluruh elemen petani Indonesia untuk mogok menjual hasil produksinya kepada pemerintah. Kami akan melihat sampai kapan pemerintah bisa bertahan mengimpor gandum, susu, daging, beras, kedelai, garam, ikan, gula dan lain sebagainya dari luar negeri. Dari kami, Petani MULYO TANI.”

Beberapa koran termasuk satu koran nasional menayangkan press release mogok kami. Puluhan blog mengabarkannya. Tak lupa pula akun jejaring sosial dengan berbagai nama saling menyembul, di antaranya “10.000.000 warga dukung mogok petani.”

Ya, para sarjana itu yang melakukan. Tak tahu, berapa jumlah SMS terkirim. Mungkin alat yang mereka sebut SMS Gateway itu yang jadi pemicu. Kami juga tak tahu kapan mogok ini akan berakhir. Yang pasti kami tak mau terus-menerus menjadi budak di negeri sendiri.


*Agus Hariyanto. Lahir di lingkungan petani kecil Bojonegoro, Jatim pada Agustus 1988. Menulis cerpen, esai dan artikel. Aktif pada Kelompok sastra Pesanggerahan Kalamende Semarang. Cerpennya terdapat dalam antologi Rendezvous Di Tepi Serayu (Grafindo, 2009).

** Cerpen ini pernah dimuat di Harian Surabaya Post, Edisi 20 juni 2010. Bisa juga dibaca di: http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=01edeb72ae20fe8bd93d126ec0fbaf91&jenis=9bf31c7ff062936a96d3c8bd1f8f2ff3

Minggu, 26 Juli 2009

Rahasia Kaya ala Syekh Puji


Akhir-akhir ini nama Syekh Puji begitu familiar di telinga kita. Saudagar asal Bedono Kabupaten Semarang ini terus menjadi sorotan media lantaran nekat menikahi Lutfiana Ulfa, anak perempuan yang berusia 12 tahun. Hal ini juga yang membuat Bos PT Sinar Lendoh Terang (Silenter) ini pada 14 juli kemarin kembali meringkuk di Mapolwiltabes Semarang untuk kali kedua.

Kelakuan Syekh yang sensasional ini tak urung meminta perhatian banyak kalangan. Mulai dari Ulama’, LSM, politisi, artis, Komisi Perlindungan anak (KPA), pendidik, mahasiswa, sampai ibu rumah tangga seperti tak mau absen membicarakannya. Banyak diantara mereka yang mengaku geram melihat tingkah Syekh. Di banyak kesempatan, mereka berlomba untuk ‘mengutuknya’.

Tapi entah mengapa, kegeraman itu sama sekali tak terlihat di wajah audience seminar yang diadakan HMI Korkom Walisongo pada 25 Juni 2009 lalu itu. Mereka, yang kebanyakan adalah Mahasiswa IAIN Walisongo terlihat antusias menyimak ‘ceramah’ kewirausahaan yang diwejangkan miliarder ini. Dalam seminar bertajuk “Membangun Bangsa dengan Kemandirian Ekonomi” ini terungkap bagaimana perjalanan Syekh Puji mulai dari nol hingga menjadi kaya seperti saat ini.

Syekh mengatakan bahwa prosesnya menuju kaya bukan main-main. Ia mulai berwirausaha saat lulus Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dulu. Karena bercita-cita ‘kaya’ ia tak mau menjadi guru –terbukti sampai sekarang banyak guru tidak sejahtera. Ia malah memilih hijrah ke Jakarta menjadi tukang cuci bus kota pada malam hari, siangnya menjadi sales dan malam menjual gorengan. Itu yang dilakukannya selama beberapa tahun.

Selain bekerja keras, ia juga terus belajar. Ia mengaku banyak terinsiprasi dari buku Intisari yang memuat sejarahnya Jepang menjadi negara industri, sejarah Honda, Sony dan lain-lain. Syekh juga banyak membaca buku-buku tentang manajemen, pemasaran dan wirausaha. Tak salah, jika dua almari besar di rumahnya kini penuh dengah buku.
Ia juga rajin mengikuti seminar dan pelatihan kewirausahaan yang kemudian dipraktekkan, termasuk men-convert ilmu strategi perang dari Beny Moerdani. “Saya belajar stretegi dari Pak Beny Moerdani. Hasilnya, sudah 6-7 tahun ini saya nggak ikut pegang usaha, tapi semua jalan dengan baik,” ujarnya serius.

Menurutnya, untuk menjadi sukses orang itu pertama harus punya cita-cita kaya, lalu menjadikannya sebagai motivasi untuk bekerja keras. Dicontohkan, saat pergi ke Jakarta dulu dia punya cita-cita tidak akan pulang ke Semarang kecuali punya uang satu koper dan pulang naik Garuda. Dengan ikhtiar keras, cita-citanya kabul juga. Lalu ia memulai usahanya, mendirikan pabrik di Semarang. Tapi bukan manusia namanya kalau tidak pernah jatuh. Tahun 1991 usahanya bangkrut. Modal 450 juta yang didapatnya susah payah dari Jakarta ludes. Tapi ia tak menyerah, ia kembali merintis usaha, kali ini kerajinan kuningan dan kaligrafi. Hasilnya sukses yang ia dapatkan. Ia mengatakan “Kegagalan adalah awal kesuksesan, jadi jangan menyerah”.

Terakhir, Syekh Puji juga memberikan memberikan Tiga kunci suksesnya yang ia dapat dari perenungannya saat berada 18 hari di Amerika, yaitu; Pertama, ketajaman melihat peluang. Kedua, berani mengambil resiko. Dan Ketiga motivasi dan ambisi untuk terus berkembang. Untuk menjadi kaya ketiga kunci tersebut harus diperhatikan, “Jangan lupa doa dan shodaqoh,” ujarnya sambil berkelakar.

(Agus Hariyanto)

Jumat, 22 Mei 2009

Mahasiswa IAIN Ngaji Ke pondok Gus Mus


“Semakin kalian terlambat, saya semakin bersyukur. Karena saya tadi pagi baru datang dari luar kota. Habis sholat subuh baru tidur. Jadi semakin kalian terlambat waktu tidur saya semakin banyak. Hehehe…”

Demikianlah jawaban yang melegakan hati dari Gus Mus sekaligus pembuka gelak tawa kami di pagi itu setelah sebelumnya Bapak Dr. Hasan Asyari MA selaku ketua rombongan menyampaikan maaf atas keterlambatan kami. Ya, pada hari itu, Kamis, 21 Mei 2009 kami, Mahasiswa dari Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo yang berjumlah 45 orang sengaja datang ke Pondok pesantren Roudlorut Tholibin Rembang milik Gus Mus untuk mengadakan KKL (kuliah kerja lapangan). 

Kedatangan kami sempat terlambat satu jam lantaran salah seorang dari kami terlambat bangun dan kemudian ngotot menyusul bis kami yang saat itu sudah sampai Terboyo. Tepatnya di depan kantor Suara Merdeka. Kami harus menunggu walaupun akhirnya terlambat. Tapi keterlambatan tersebut ternyata ada hikmahnya juga. Keterlambatan kami membuat Gus Mus senang.

Dalam kuliah tersebut Gus Mus menerangkan banyak tentang peran ulama di Indonesia sesuai dengan teman KKL kami; Peran Ulama dalam Ihya’ Ulumuddin di Indonesia (studi pandangan Gus Mus). Materi yang disampaikan Gus Mus sangat menarik, dimulai dari pemaparan tentang peran ulama di Indonesia baik konteks kehidupan beragama sampai konteks kenegaranan seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum dan lainnnya. Disusul dengan diskusi padat berisi namun juga tak lepas dari selorohan segar beliau yang membuat gerr kami semua.

Yang paling menarik adalah paparan beliau mengenai peran ulama dalam politik. Beliau mengatakan bahwa di Indonesia itu banyak orang yang menganut paham angger gelem, banyak orang yang tak tahu politik tapi tetap nekat mendirikan partai. Tak jelas apa tujuannya, termasuk di kalangan kyai dan pemuka agama. “Dulu saya menduga, para kyai ikut politik itu karena kasihan melihat ummuatanya, tapi lama-kelaman kelihatannya mereka seperti seneng sendiri, keenakan. Tapi akhirnya meraka selalu kalah karena tidak punya bahan, tidak kenal politik. Jalan pintasnya gusti Allah diajak kampanye hehe….”

Gus Mus juga mengajak kita semua untuk tidak memahami islam secara parsial. Seperti orang buta yang memegang kaki gajah lalu mengatakn gajah itu seperti bumbung. Tidak merasa paling benar sendiri. Caranya adalah dengan cara terus belajar dan berpikir kritis agar kita menganal Allah, tahu ajarannya dan kemauan-Nya. Untuk itu beliau memberi kiat pada kami tentang cara belajar ala Gus Mus yaitu selalu menjadikan apa saja sebagai guru yang bisa diambil pelajarannya, kapan saja dan dimana saja. Bisa dari anak kecil, pengemis, mahasiswa, bahkan facebook. Saya malah sering mendapatkan ilmu yang sebelumnya tidak terpikirkan dari cucu saya, soal facebook anak saya yang mengajari.

Terakhir Gus Mus memberi wejangan agar kami selalu belajar walaupun sudah lulus jadi srajana. “Sebab ketika seseorang itu merasa pandai lalu berhenti belajar maka saat itulah ia muali jatuh dalam jurang kebodohan”

Oleh Agus Hariyanto, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.

Minggu, 26 April 2009


Jejak kedigdayaan Maritim Nusantara.

Judul : Penjelajah Bahari; Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika
Penulis : Robert Dick-Read
Penerbit : Penerbit Mizan, Bandung
Cetakan : Pertama, 2008
Tebal : 378 halaman
Peresensi : Agus Hariyanto *

Ceng Ho dan Colombus adalah dua pelaut ulung yang tersohor di penjuru dunia. Mereka terkenal sebagai figur tangguh yang berani menantang ganasnya samudra dengan perahu sejarahnya. Tapi tahukah anda, ternyata kepiawaian mereka jauh ketinggalan dari pelaut Nusantara. Mungkin anda tidak percaya begitu saja. Tapi, demi membuktikan kebenaran itulah Robert dick-read, peneliti asal Inggris bersusah payah menyusun buku ini. 

Dengan berdasar pada sumber sejarah yang berlimpah, Dick bercerita tentang pelaut-pelaut nusantara yang sudah menjejakkan kaki di Afrika sejak abad ke-5 M. Jauh sebelum bangsa Eropa mengenal Afrika dan jauh sebelum bangsa Arab berlayar ke Zanzibar. Ceng Ho apalagi, pelaut China yang pernah mengadakan muhibah ke Semarang pada abad ke-14 M ini jelas ketinggalan dari moyang kita.

Yang menarik, penelitian Dick-read tentang pelaut nusantara ini seperti kebetulan. Awalnya, ia datang ke mozambik pada 1957 untuk meneliti masa lalu Afrika. Disana. untuk pertama kalinya mendengar bagaimana masyarakat Madagaskar fasih berbicara dengan bahasa Austronesia laiknya pemukim di wilayah pasifik. Ia juga tertarik dengan perompak Madagaskar yang menggunakan Kano (perahu yang mempunyai penyeimbang di kanan-kiri) yang mirip perahu khas Asia timur. Ketertarikannya memuncak setelah ia banyak menghadiri seminar tentang masa lalu Afrika, yang menyiratkan adanya banyak hubungan antara Nusantara dan sejarah Afrika. 

Dalam penelusurannya, Dick-read menemukan bukti-bukti mutakhir bahwa pelaut Nusantara telah menaklukkan samudra hindia dan berlayar sampai Afrika Sebelum bangsa Eropa, Arab, dan Cina memulai penjelajahan bahari mereka. 

Diantara bukti tersebut adalah banyaknya kesamaan alat-alat musik, teknologi perahu, bahan makanan, budaya dan bahasa bangsa Zanj (ras Afro-Indonesia) dengan yang ada di Nusantara. Di sana, ditemukan sebuah alat musik sejenis Xilophon atau yang kita kenal sebagai Gambang dan beberapa jenis alat musik dari bambu yang merupakan alat musik khas Nusantara. Ada juga kesamaan pada seni pahat patung milik suku Ife, Nigeria dengan patung dan relief perahu yang ada di Borobudur. 

Beberapa tanaman khas Indonesia yang juga tak luput di hijrahkan ke sana, semisal pisang raja, ubi jalar, keladi dan jagung. Menurut penelitian George Murdock, profesor berkebangsaan Amerika pada 1959, tanaman-tanaman itu dibawa orang-orang Indonesia saat melakukan perjalan ke Madagaskar (h.237).

Bukan itu saja, di dalam buku ini anda akan menemukan berbagai hipotesa mengejutkan mengenai kehebatan pelaut Nusantara. Diantaranya, rentang antara abad ke-5 dan ke-7 M, kapal-kapal Nusantara banyak mendominasi pelayaran dagang di Asia. Pada waktu itu perdagangan bangsa Cina banyak bergantung pada jasa para pelaut Nusantara. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa perkapalan Cina ternyata banyak mengadopsi teknologi dari Indonesia. Bahkan kapal Jung yang banyak dipakai orang Cina ternyata dipelajari dari pelaut Nusantara.

Di afrika juga ada masyarakat yang disebut Zanj yang mendominasi pantai timur Afrika hampir sepanjang millennium pertama masehi. Lalu siapakah Zanj, yang namanya merupakan asal dari nama bangsa Azania, Zanzibar dan Tanzania? Tak banyak diketahui. Tapi ada petunjuk yang mengarahkan kesamaan Zanj Afrika dengan Zanaj atau Zabag di Sumatera.

Dalam hal ini, Dick mengajukan dugaan kuat keterikatan Zanj, Swarnadwipa dan Sumatera. Swarnadwipa yang berarti Pulau emas merupakan nama lain Sumatera. Hal ini dapat dilihat dalam legenda Hindhu Nusantara. Dick menduga, banyaknya emas di Sumatera ini dibawa oleh Zanj dan pelaut nusantara dari Zimbabwe, Afrika. Karena, Dick juga menemukan bukti yang menyatakan tambang-tambang emas di Zimbabwe mulanya dirintis oleh pelaut Nusantara yang datang ke sana. Sebagian tak kembali dan membentuk ras Afro-Indonesia. Mungkin ras inilah yang disebut Zanj (halaman 113). 

Terlepas dari percaya atau tidak, nyatanya penulis telah menjabarkan banyak bukti yang menceritakan kehebatan pelaut Nusantara. Hal ini tentu menjadi kebangaan tersendiri bagi kita sebagai keturunannya.

Tapi, jangan berhenti sampai kebanggaan itu saja. Kita juga harus malu dan berbenah diri jika faktanya dunia kemaritiman kita saat ini jauh dari kehebatan mereka. Yang kita lihat sekarang, ikan kita banyak dicuri, banyak penyelundupan melalui laut, sedang armada dan peralatan kelautan kita tidak mencukupi untuk menjaga keamanan. Yang terparah, kredibilitas bangsa pun ikut kalah, ini bisa kita cermati dari kasus ambalat dan ekstradisi Indonesia-Singapura yang merugikan kita. 

Akhirnya, Adalah tugas kita semua sebagai bangsa untuk kembali menegakkan kejayaan kemaritiman yang pernah diraih oleh para moyang kita. Agar kita bisa berdaulat di lautan sendiri.

PRADA*

Cerpen oleh: Agus Hariyanto
foto: http://diradja.files.wordpress.com

Sejuta lembar kisah hidupmu memang telah kau bacakan kepadaku. Tapi, entah mengapa aku masih belum rela untuk mengakui ataupun sekedar mempercayai bahwa kau bukan manusia. Karena, kau adalah Prada yang terlalu baik kepadaku.

***

Masjid Ampel, Surabaya, 2004.

"Aku bukanlah jenis manusia sepertimu, bukan jin, iblis bukan pula setan. Aku ini sebangsa peri yang terbuat dari mutiara putih" Akumu saat pertama kali berkenalan di masjid Ampel, Surabaya. Saat itu aku masih belajar di Lembaga Pengajaran bahasa Arab (LPBA) Masjid Sunan Ampel, sedangkan kau seorang peziarah. 

"Aku diutus ke dunia ini hanya untuk mencari tiga hal penting. Teman, guru dan jodoh. Itulah tugasku di dunia fana yang gelap, penuh kemunafikan ini. Setelah tiga hal itu aku dapatkan, aku baru diijinkan kembali ke alamku. Alam yang dipenuhi kedamaian dan kearifan," Tambah lelaki muda tampan yang kira-kira baru menginjak usia yang ke dua puluh tujuh tahunnya itu. 

Memangnya aku ini kelihatan seperti anak yang baru dilahirkan kemarin sore? Sampai berani-beraninya kau mendaku sebagai seorang peri di hadapanku. Umpatku dalam hati. Aku ini waras, masih bisa membedakan mana yang disebut manusia, mana yang bukan. Sebagaimana aku masih bisa membedakan rambut hitam legammu dan putihnya kulitmu. Huh!

"Aku ini satu-satunya keturunan Ratu Emas, penguasa tertinggi singgasana laut selatan," Ujarmu.

"Apa kau bilang? Keturunan Ratu Emas? Siapa lagi dia? Apakah dia sama denganmu, semacam peri. Lalu, kau menyebutnya sebagai penguasa laut selatan, apakah aku tidak salah dengar? Aku bukanlah anak idiot yang bisa kau permainkan seenak perutmu! Setahuku, seperti yang jamak diketahui oleh masyarakat jawa, penguasa laut selatan adalah Nyi Roro Kidul? Tiada yang lain!

"Kau memang benar, di laut selatan itu ada penguasa yang bernama Nyi Roro Kidul. Tapi dia hanyalah penguasa kecil, tak lebih. Kekuasaannya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kebesaran kekuataan ibuku, Ratu Emas. Yang harus pertama kau ketahui, di Laut selatan itu ada tujuh lapisan. Roro Kidul hanya berkuasa di laut permukaan saja, antara lapisan pertama sampai lapisan ketiga. Lapisan keempat sampai lapisan terdalam yang mempunyai kekuatan dahsyat dan penuh misteri, dikuasai oleh ibuku, Ratu Emas."

Sama sekali imanku tak goyah oleh cerita najismu. Dan kau pun bercerita tentang perputaran kehidupan di alammu yang penuh oleh makhluk bukan manusia dan jin sepertimu. Disana juga ada lingkungan kehidupan yang tak jauh beda dengan dunia kita. Bedanya, disana kehidupannya tenang, damai, rakyatnya patuh pada penguasa, dan penguasanya sayang pada rakyatnya.

Kau, Prada. Kau mengatakan bahwa disana semua beragama layaknya manusia. Dan agama yang dianut sekarang sama dengan yang dianut kebanyakan orang jawa, Menyembah Allah. Dulu, ibumu dan rakyatnya beragama Hindu-Budha, tapi setelah Risalah Nabi Muhammad sampai, apalagi Nabi sendiri -yang katamu dulu sempat datang ke sana-, maka sekarang semuanya beriman kepadanya. 

"Apa benar Nabi pernah ke Sana?"

"Ya. kata Ibuku, Muhammad pernah ke sana. Bukankah Muhammad itu Pemimpin bagi semua kaum, termasuk juga kaum ibuku?. Saat itu Muhammad selain menjadi nabi yang Jismiyy juga menjadi nabi yang Ruhaniyy. Jadi, jangan pernah kau bayangkan Nabi datang ke sana dengan badan wadaknya"

"Jika kau benar keturunan peri, mengapa aku sekarang bisa berhadap-hadapanan dan bertutur denganmu. Sedangkan aku, tak sedikitpun mempunyai ilmu kebatinan, spiritual ataupun ilmu-ilmu hitam perdukunan yang bisa kugunakan untuk menerawang makhluk selain manusia. Kau mau me…" 

"Aku memang peri, tapi aku lahir dari rahim seorang manusia. Yang harus selalu kau ingat adalah aku peri yang berwadah tubuh manusia. Kau bisa menganggapku manusia setengah peri. Itulah takdirku."

"Jika kau terus membodohiku dengan gurauan fiksi hasil imaji kosongmu itu, aku akan pergi menjauh!" Aku merasa telah dikerjainya.

"Sumpah kawan. Aku sekarang tidak sedang ingin berbohong. Aku bisa menjelaskan semuanya. Aku lahir dari rahim perempuan Bali yang hidup di lingkungan yang taat menjalankan ajaran Hindu di Bali. Bapakku seorang Madura Islam yang bekerja di Bali. Mereka berdua lalu bertemu dan menikah. Mulai saat itulah ibuku dikucilkan oleh keluarganya. Sebab, ia telah beralih ke agama lain, agama bapakku. 

Tak ada yang mau berbicara pada ibuku, karena ia tidak lagi memegang teguh ajaran yang sudah dianut keluarga dan moyangnya turun-temurun itu. Sampai pada suatu malam, ibuku mimpi didatangi oleh perempuan cantik yang mengaku sebagai Ratu Emas laut selatan. Ia menitipkan ruh anaknya ke rahim ibuku. Agar ruh itu bisa hidup di dunia melaksanakan tugasnya. Sebab tanpa Wadag manusia, ruh itu tak mungkin bisa hidup di dunia. Dan ruh itu adalah aku."

"Ternyata kau lebih picik dari yang kuduga. Kau juga tak segan-segan memasukkan ibu-bapakmu untuk melengkapi cerita busukmu itu. Memangnya kau pikir aku akan percaya. Heh!" Sergahku.

"Terserah, tapi semua itu orangtuaku sendiri juga yang menceritakannya padaku. Awalnya aku lebih tidak percaya darimu, tapi sejak aku beranjak dewasa, secara perlahan namun pasti, keraguanku itu sirna dengan bantuan ibuku, Ratu Emas yang tak henti meyakinkan melalui mimpi, alam ruh. Ia juga berhasil meyakinkanku untuk secepatnya melaksanakan tugas di dunia ini. Agar aku lekas kembali, menggantikannya sebagai penguasa laut selatan."

"Kau…."

Lalu, kau Prada. Kau menceritakan kepadaku segala hal-ihwalmu mulai dari kau kecil, menjadi laki-laki kecil sampai menjadi laki-laki dewasa saat ini. Kau dulu yang sangat nakal dan lincah disaat kecil, tumbuh kuat dengan otot berurat seiring usiamu yang kian bertambah. Kau, kemudian dikursuskan di sekolah penari Bali yang membuatmu punya banyak uang. 

Kau juga mengaku menjadi penari yang paling gesit dan lincah di sekolah tari itu. Hingga kau, menjadi salah satu orang Bali beruntung yang berduit, karena kau terpilih menjadi salah satu anggota dari sekelompok Penari Bali yang kerap manggung di luar negeri. Mulai yang paling sering; Jepang, Korea, Rusia dan daratan Eropa.

Hingga akhirnya, kau bercerita tentang Istrimu yang berkewarganegaraan Jepang. Istri?

"Ke Jepang aku paling sering. Suatu saat aku ketemu perempuan Jepang yang sangat rupawan bagai rembulan. Aku menikahinya. Disana aku tinggal kurang lebih dua tahun. Aku juga sudah punya satu anak. Tapi semua itu sudah berlalu," Katamu.

"Mengapa Prada? Kenapa kau begitusaja meninggalkannya?" Serbuku.

"Karena aku sadar dan selalu disadarkan oleh ibuku, Ratu Emas, bahwa tujuanku dikirim ke dunia bukan untuk Perempuan Jepang itu saja."

"Bukankah dengan menikahinya, kau juga berarti telah melaksanakan satu tugas? Katanya kau ditugasi mencari Jodoh? Heh."

"Aku dulu memang mencintainya, hidup bahagia dengannya, punya anak dengannya dan sempat yakin bahwa perempuan Jepang itu adalah Jodohku. Tapi, aku ternyata salah orang, dia bukan jodoh sejatiku. "

"Lalu?..."

"Lalu. Aku memberitahu kedaanku yang sebenarnya, bahwa aku adalah seorang peri, bukan manusia biasa. Walaupun dia sempat menganggapku gila, toh dia bisa mengerti. Mulai saat itu, sepertinya aku ingin lari saja ke alamku. Aku sudah muak dengan kehidupan dunia yang penuh dengan amarah, khianat dan dusta. Aku ingin kembali ke alamku tapi tertolak. Tugasku belum selesai."

"Lalu?"

"Aku harus mencari teman, guru dan jodoh secepat mungkin. Itulah jalan satu-satunya menuju ketentraman"

"Lalu?..."

****
Lirboyo, Kediri, 2006. 

"Hai Irwan, kita bertemu kembali," Satu tahun lebih tak bertemu, tiba-tiba kau menyapa dari belakang. Kau sungguh mengagetkanku. Sekarang, saat aku magang mengajar di Lirboyo ini dan kau malah mengaku nyantri di sini. Kau, Prada Mengapa kau ada Disini? Dimana saja kau selama ini.

"Jodohku ada disini," Jawabmu renyah..

"Siapa? dimana dia sekarang? Cantikkah dia?." 

"Ia tidak cantik?"

"Terserahlah, tapi kau yakin itu jodoh yang kau cari?"

"Kali ini aku yakin tidak akan meleset untuk yang ketiga kalinya".

"Ketiga kalinya? Siapa namanya?" Tanyaku lagi.

"Rozi, lengkapnya Fakhrur Rozi, ia Santri sini juga"

"Haaa..., kamu…"

"Ssst, aku bukan homo."

Lalu, kau Prada. Kau menceritakan asal mulamu bahwa sebelum kau dikirimkan ke dunia, di bawah laut sana, kau adalah perempuan cantik, bukan laki-laki. Namamu saja Prada Ayuning Jagat yang artinya Mahkluk yang paling cantik sedunia. Kau bercerita; suatu kali pernah melihat jasadmu yang terbujur rapi di dalam balutan sutera indah di sebuah kamar di Kerajaanmu. Cantik sekali katamu. 

Kau prada, kau juga mengaku sebenarnya Ratu Emas sudah berumur Ribuan tahun. Sudah saatnya dia diganti, dan kau adalah pewaris tunggalnya. Untuk itu kau harus dicoba di dunia dan harus bisa melewatinya.
Kemudian kau berkisah mengapa orangtuamu dulu di Bali menyekolahkanmu di sekolah penari, karena kau sebenarnya adalah perempuan. Kau ruh perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki.

Lalu, kau prada. Kau bercerita tentang Rofiq, Laki-laki yang kau kejar-kejar di Surabaya yang kau kira jodoh sejatimu. Dia semakin kau kejar, semakin jauh pula jaraknya. Rofiq yang katamu tak tak terlalu tampan itu ternyata bukan pula jodoh sejatimu yang kau cari laiknya perempuan Jepang itu. Begitu akhirnya. Kini, siap lagi itu Rozi?.

"Ia kutemui pertama kali di masjid ampel sepertimu. Sedang berziarah. Ia santri sini yang taat beragama, baik, tak suka nyeleneh dan suka menjaga perasaan orang lain. Dia sangat perasa, termasuk kepadaku. Dia sangat mengerti keadaanku. Memang, tak mudah menyakinkan Rozi. Sampai sekarang, aku juga belum yakin ia percaya sepenuhnya kepadaku. Tapi aku yakin dialah jodohku suatu masa nanti."

"Yakinkah kau?..."

"Yakin, walaupun dia semakin sulit ku temui sejak saat itu"

"Kenapa kau Yakin?.."

"Karena aku peri. Aku bisa melihat kelebatan simpati di matanya walaupun sedikit" 

"mungkin itu hanya luapan keprihatinan, karena kau suka bercerita konyol kepadanya?..."

"Segurat Simpati yang kulihat di matanya cukup mengobati dukaku. Aku tidak perduli, apakah simpatinya itu adalah wujud keprihatinan atau apa."

"Kau benar mau memperistrinya?

"Ya, tentu"

"Jika dia ingin beristri selain kamu….?"

"Sedikitpun aku tidak akan cemburu. Bahkan aku akan membantu mencari dan membiayai pernikahannya, karena dia adalah Jodohku dimasa yang akan datang, bukan saat ini. Sekarang apa yang membuat dia bahagia, itu juga yang membahagiakanku"

"Itu maumu?"

Jika kisahmu benar Prada. Kau mengingatkanku kepada keterangan sebuah Tafsir yang pernah kubaca. Bahwa Allah telah menciptakan seribu macam makhluk. Apakah kau termasuk didalamnya? Apa kelak kau Wildan-wildan, pelayan surga yang sering diceritakan? Sebangsa Bidadari? Atau…

Tapi, Prada. Aku masih belum percaya jika kau bukan manusia. Karena kau adalah Prada yang terlalu baik kepadaku. Yang ternyata kucintai…

*di ilhami dari pengakuan Prada yang sekarang entah dimana. Terima kasih untuk Mas Kerwanto yang selalu siap bercerita, menemani dinginnya malam. Cerpen ini keluar sebagai Juara II Lomba Cipta Cerpen Mahasiswa Tingkat Nasional di STAIN Purwoketo, pada Januari 2008.

Senin, 19 Januari 2009

KA Feeder Poncol-Bojonegoro kapan dibenahi?

Oleh: Agus Hariyanto 

Mengenai biaya transportasi saya dari Semarang ke Bojonegoro, banyak teman saya kuliah yang kaget. Pasalnya, bisa-bisanya saya yang berasal dari Jawa Timur bisa pulang dengan biaya lebih murah dibanding mereka yang berasal dari Jawa Tengah. 

Muzakka misalnya, teman saya di IAIN Walisongo ini mengaku menghabiskan Rp 20.000 untuk sekali jalan ke Pati. Jumlah itu sama besarnya dengan yang dikeluarkan oleh Ami yang berasal dari Bangsri, Jepara. Lain halnya dengan Huda, dia harus merogoh kocek sebesar Rp 27.000 untuk bisa pulang ke Pekalongan. Sedangkan Jali, harus membayar RP 25.000 untuk ke Solo, sama dengan Fattah yang asli Grobogan. 

Mereka kaget, bahkan ada yang mengaku iri, ketika saya bilang hanya butuh Rp 10.000 sekali mudik ke Bojonegoro. Rp 3.000 untuk bis dan Rp7.000 untuk kereta api. Padahal, jarak Bojonegoro-Semarang relatif lebih jauh daripada daerah mereka yang notabene berada di Jawa Tengah. 

Mendengar itu semua, ada rasa senang sekaligus prihatin dalam hati. Senang, karena faktanya saya bisa pulang dengan biaya sangat murah. Prihatin karena kondisi kereta yang saya tumpangi selama ini sangat memprihatinkan bahkan membuat miris siapapun yang melihat.

Bagaimana tidak? Kondisi KA Ekonomi Feeder Poncol-Bojonegoro memang tak karuan. Pengalaman saya, setiap hari Sabtu dan Minggu kereta pasti penuh sesak. Tiap gerbong bisa terisi lebih dari 130 orang, pahadal kapasitasnya hanya 106 penumpang. Apalagi jika bertepatan dengan hari libur nasional. Dari stasiun awal, baik Bojonegoro maupun Poncol, kereta pasti sudah penuh. Tidak jarang, diantara penumpang banyak yang nekat ke atas gerbong.

Penumpang yang tak kebagian tempat duduk harus berdiri berhimpitan, berharap ada penumpang yang turun di stasiun depan. Keadaan ini bukan tanpa resiko. Selain haurs berebut ruang dengan pedagang asongan, tukang pecel dan pengamen, mereka juga harus siaga menyeimbangkan tubuh saat kereta berangkat maupun mendadak ngerem. Mereka juga dituntut waspada terhadap barang bawaan, dompet dan barang berharga lain. Sebab, pencopetan kerap terjadi. Dengan bergerombol 3-5 orang, para pencopet itu siap memepet dan memaksa dengan senjata, utamanya di pintu keluar-masuk atau sambungan gerbong. 

Kereta Freder ini juga kerap terlambat. Suatu ketika, KA yang sedianya berangkat pukul 05.30 WIB terlambat satu jam, tak jelas penyebabnya. Ketika sudah berjalan, kereta berhenti lama di beberapa stasiun. Penyebabnya adalah crash. Menunggu dan mempersilahkan kereta yang lebih mahal, semisal kereta Argo (kelas eksekutif) untuk lewat. Akibatnya, kereta telat dua jam sampai Bojonegoro.

Peristiwa serupa saya alami juga saat ke Semarang. Karena telat ke Stasiun, saya harus berdiri sampai Semarang. Ditengah perjalanan, kereta mengalami kerusakan dan butuh satu jam untuk perbaikan. Lalu, kereta berjalan dan lagi-lagi berhenti lama di beberapa stasiun. Crash. Saat adzan Magrib terdengar, biasanya kereta sudah sampai Poncol, paling tidak sudah sampai stasiun Alas Tuwa. Tapi, saat itu masih di stasiun Kradenan, Grobogan. 

Banyak penumpang yang panik, terutama yang membawa balita. Sebab, kipas angin dan lampu yang terpasang di atap tak berfungsi. Jadilah kami hanya diam menjaga diri dan bawaan di tengah udara yang panas dan kegelapan. Saat tiba di Semarang, jam menunjukkan pukul 20.30 WIB. Telat tiga jam.

Yang lebih miris adalah keadaan toilet. Walaupun ada lubang tempat berhajat dan kran air, disana tak pernah ada airnya. Sehingga, penumpang yang kebelet pun terpaksa membeli air mineral. Perilaku kondektur pun tak kalah memprihatinkan. Saya sering melihat penumpang yang tidak membeli karcis, lalu dengan santai menyelipkan beberapa lembar ribuan ke sakunya. Dan kondektur pun berlalu cepat. Lalu, saya berpikir. Apakah semua kereta di indonesia kedaannya begini?. Haruskah ini terjadi pada angkutan yang merakyat? Atau karena saya membayar murah?

Perlu pembenahan secepatnya.
Melihat keadaan diatas, pembenahan terhadap KA Feeder adalah mutlak dilakukan secepatnya. Karena, selain harga tiketnya terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah, kereta api juga efektif mengurangi kemacetan dan angka kematian akibat kecelakaan bermotor di jalan raya. Penggunaan kereta api secara massal bisa menghemat subsidi BBM yang begitu besar menyedot APBN. Dengan memakai kereta, kita bisa mengurangi subsidi yang dikeluarkan pemerintah terhadap BBM yang harganya semakin melangit. 

Apalagi jika dikaitkan dengan global warming yang akhir-akhir ini santer terdengar, penggunaan kereta api pastinya merupakan pilihan pintar yang perlu di dukung. Sebab, polusi yang berasal dari kendaraan bermotor bisa di minimalisir. Hal itu, Paling tidak ikut menghambat global warming. Sekarang, sudah waktunya bagi para pengelola untuk memperhatikan dan membenahi. Kereta api. Termasuk, kereta Feeder jurusan Semarang Poncol-Bojonegoro. Jika setiap hari Sabtu, Minggu, libur nasional dan hari besar keagamaan kereta dibanjiri penumpang, pengelola bisa memsiasatinya dengan menambah gerbong atau mengoperasikan kereta tambahan khusus.

Pengelola harus memperbaiki pelayanan serta mengoptimalkan kembali fasilitas dan komponen kereta api yang tak berfungsi. Seperti perbaikan terhadap kipas, penerangan dan air pada toilet. Agar penumpang senang naik kereta lagi. Perbaikan pelayanan juga perlu ditingkatkan. Misalnya dengan menempatkan penjaga pada setiap gerbong. Hal ini untuk memberikan rasa aman pada tiap penumpang, tanpa takut pada pencopet lagi. Sesekali, diperlukan juga operasi dan pemeriksaan pada pengamen yang kadang-kadang memaksa.

Terhadap para kondektur “nakal” yang suka diberi uang ribuan, pengelola harus tegas memperingatkan. Kalu perlu dicopot sekalian. Hal itu, agar praktek suap “ tahu sama tahu” bisa dihilangkan. Jiak tetap terjadi, bukankah pengelola yang rugi? Jika para pengelola segera melakukan pembenahan komponen dan pelayanan. Bukan tidak mungkin, kereta api akan menjadi alat transportasi favorit di masa mendatang. Sebab selain murah, ramah lingkungan dan anti macet, kereta juga punya pelayanan bagus.

Lalu, kapan KA Feeder Poncol-Bojonegoro yang ‘merakyat” ini akan dibenahi?.

Agus Hariyanto, Mahasiswa Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin Program Khusus (FUPK) IAIN Walisongo, Anggota Ikatan Mahasiswa Jawa Timur (IKAJATIM).

Satu-satu buat Kita dan Setan


Di daerah Semarang, ada enam orang alumni pondok Jawa Timur sedang mengadakan reuni. Reuni kali ini bertempatan di rumah Ahmad yang kebetulan kurang berhasil di dalam usaha duniannya alias masih serba kekurangan. Tapi, hal itu tak menyurutkan ahmad untuk mengajak lima temannya untuk dijamu dirumahnya.

Setelah bicara ngalor-ngidul, akhirnya saat untuk makan siang pun datang. Dan saat itu yang bisa disuguhkan oleh ahmad adalah nasi tumpeng dalam ember besar. Tanpa babibu, mereka pun langsung mengeroyoknya, persis seperti cara makan di pondok dulu. Mereka pun makan dengan lahapnya, sampai-sampai seperti tak tak dikunyah..

Di tengah-tengah mereka makan, keributan kecilpun terjadi. Kerongkongan mereka seperti terbakar. Ya, masakan Ahmad ternyata sangat super pedas. Merekapun bareng-bareng minta air. " Mad, airnya mana. Cepet, sudah kepanasan nih". Tapi, Bukan buru-buru ambil air minum, ahmad malah cengengesan. 

"Ayo Mad, mana airnya, panasnya kayak di neraka nih" ucap seorang diantaranya.

"Tenang, makin lama makin bagus" jawabnya santai

"Bagus gimana?" seru mereka bareng.

"Begini, kita itu sekarang lagi ngerjain setan"

"Ngerjain setan bagaimana, lha wong kita yang kepanasan begini?"

Masih cengengesan juga ahmad berkata" kalian tadi baca bismillah nggak?". Seperti kompak mereka menjawab" Tidak".

"Bagus itu, cocok dengan rencana awal saya, berarti misi mengerjai setan akan berhasil".

"Gimana sih, nggak bismilah kok bagus", mereka semakin bingung.

"Gini, masih ingat pelajaran dasar di pondok dulu. Jika kita makan tanpa bismillah, setan-setan akan ikut makan. Selama ini kita sering begitu kan?. Enak saja syetan mempermainkan kita, main numpang makan saja. Emangnya cari makan gampang. Jika saat ini kita kepedesan, santai aja. Semakin lama semakin bagus. Minumnya nanti saja ya"

"Lho kok gitu sih, ayo cepet man airnya"

"Ok. Saya akn ambilkan munum kebelakang. Tapi, kalau kita minum nanti baca Bismillah ya. Biar setan tetap kepedasan. Biar besok perutnya mules dan mencret. Kan syetan nggak bisa ikut minum, jika kita nanti baca Bismillah."

"Oo. Begitu"

"Ya, sekali-kali biarkan syetan beli minum sendiri. Biar tahu susahnya hidup dan cari uang.untuk makan.biar kapok" 

Dan merekapun tertawa bersama. Ha…ha… ha…

Pemenang lomba cerpen dan esai nasional purwokerto

Diunduh dari : www.stainpress.wordpress.com pada tanggal 10, Januari 2009

PENGUMUMAN PEMENANG DAN NOMINATOR LOMBA CERPEN TINGKAT PELAJAR-MAHASISWA NASIONAL BEM-SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PURWOKERTO Januari 9, 2009

Setelah dilakukan proses seleksi terhadap 434 cerpen yang masuk untuk mengikuti lomba, maka dewan juri memutuskan cerpen yang menjadi pemenang dan nominator adalah sebagai berikut.
Juara:

1.“Pulung” karya Mahwi Air Tawar dari mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;
2.“Prada” karya Agus Hariyanto dari IAIN Walisongo Semarang;
3. “Ada Melati dalam al-Qur’an” karya Eko Triono dari Universitas Negeri Yogyakarta;

Keputusan Dewan Juri di atas bersifat mengikat dan tidak bisa diganggu gugat. Selanjutnya, para pemenang dan nominator akan dihubungi panitia untuk diundang dalam kegiatan Launching Buku para pemenang dan nominator dan Serah Terima Penghargaan pada tanggal : 14 Maret 2009 di STAIN Purwokerto, Jl. A. Yani No. 40 A Purwokerto. Selamat bagi para pemenang dan nominator.

Dewan Juri: Drs. Ahmadun Yosi Herfanda, Abdul Wachid B.S., S.S., M.Hum., Heru Kurniawan, S.Pd. M.A.

Info


Hari-Hari Penting di Dunia maupun di Indonesia

1 Januari : Hari Perdamaian Dunia
1 Januari : Tahun Baru
3 Januari: Hari Departemen Agama
5 Januari: Hari Korps Wanita Angkatan Laut (KOWAL)
5 Januari: Hari Ulang Tahun PPP
10 Januari : Hari Ulang Tahun (PDI)
15 Januari: Hari Peristiwa Laut dan Samudera
15 Januari: Hari Malari
23 Jauari : Kematian Pier bouer
25 Januari: Hari Gizi & Makanan
25 Januari : Hari Kusta Internasional
30 Januari: Kematian Gandhi
31 Januari : Hari Lahir NU

5 Februari: Hari Ulang Tahun Himpunan
Mahasiswa Islam HMI
5 Februari: Hari Peristiwa Kapal Tujuh
9 Februari: Hari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
9 Februari: Hari Kavaleri
13 Februari: Hari Persatuan Farmasi Indonesia
14 Februari: Hari Peringatan Pembela Tanah Air
14 Febuari : hari Valentin
19 Februari: Hari KOHANUDNAS dan kematian Tan malaka
22 Februari: Hari Istiqlal
28 Februari: Hari [Gizi] Nasional Indonesia

1 Maret: Hari Kehakiman Indonesia
1 Maret: Hari Peristiwa Serangan Umum di Jogyakarta
6 Maret: Hari KOSTRAD
8 Maret: Hari Wanita Internasional
10 Maret: Hari Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI)
11Maret: Hari Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR)
18 Maret: Hari Arsitektur Indonesia
23 Maret: Hari Meteorologi Sedunia
24 Maret: Hari Peringatan Bandung Lautan Api
27 Maret: Hari Women International Club
30 Maret: Hari Film Indonesia

1 April: Hari Bank Dunia
6 April: Hari Nelayan Indonesia
7 April: Hari Kesehatan Internasional
9 April: Hari Penerbangan Nasional
15 April: Hari Zeni
16April: Hari (Komando Pasukan Khusus) KOPASUS
18 April: Hari Peringatan Konferensi Asia Afrika
19 April: Hari Pertahanan Sipil (HANSIP)
21 April: Hari Kartini
24 April: Hari Angkutan Nasional
24 April: Hari Solidaritas Asia-Afrika
27 April: Hari Permasyarakatan Indonesia

1 Mei: Hari Peringatan Pembebasan Irian Barat
1 Mei: Hari Buruh Sedunia
2 Mei: Hari Pendidikan Nasional
3 Mei: Hari Henry Dunant
5 Mei: Hari Lembaga Sosial Desa (LSD)
11 Mei: Hari POM Tentara Nasional Indonesia
16. Hari Utang Se-Dunia
19 Mei: Hari Korps Cacat Indonesia
20 Mei: Hari Kebangkitan Nasional
21 Mei: Hari Buku Nasional

1 Juni: Hari Lahir Pancasila
1 Juni: Hari Anak-anak Sedunia
3 Juni: Hari Pasar Modal Indonesia
5 Juni: Hari Lingkungan Hidup Sedunia
6 Juni : Kelahiran Soekarno
17 Juni: Hari Dermaga
22 Juni: Hari Ulang Tahun Kota Jakarta
24 Juni: Hari Bidan Indonesia
26 Juni: Hari anti Narkoba Internasional
29 Juni: Hari Keluarga Berencana Nasional

1 Juli: Hari Bhayangkara
1 Juli: Hari Anak-anak Indonesia
5 Juli: Hari Bank Indonesia
9 Juli: Hari Satelit Palapa
12 Juli: Hari Koperasi
14 Juli: Hari Revolusi Perancis
22 Juli: Hari Kejaksaan dan hari tanpa TV ( HTT)
23 Juli: Hari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Dan Hari Anak Nasional
29 Juli: Hari Bhakti TNI Angkatan Udara

5 Agustus: Hari Dharma Wanita Indonesia
6 Agustus: Hari Peringatan Bom Hiroshima - Nagasaki
8 Agustus: Hari Ulang Tahun ASEAN
10 Agustus: Hari Veteran Nasional
12 agustus; Hari Remaja Sedunia
13 Agustus: Hari Peringatan Pangkalan Brandan Lautan Api
14 Agustus: Hari Pramuka
17 Agustus: Hari Proklamasi Republik Indonesia
18 Agustus: Hari UUD 1945 Republik Indonesia
19 Agustus: Hari Departemen Luar Negeri Indonesia
21 Agustus: Hari Maritim Nasional
24 Agustus: Hari Televisi Republik Indonesia TVRI

1 September : Hari Polisi Wanita (POLWAN)
3 September : Hari Palang Merah Indonesia (PMI)
8 September: : Hari Aksara
8 September: : Hari Pamong Praja
9 September: : Hari Ulang Tahun Partai Demokrat
9 September: : Hari Olahraga Nasional
11 September: Hari Tragedi 11 September
11 September: Hari Radio Republik Indonesia (RRI)
17 September : Hari Dibentuknya perhimpunan PMI
17 September: Hari Perhubungan Nasional
24 September: Hari Tani
27 September: Hari Pos Telekomunikasi Telegraf (PTT)
28 September: Hari Kereta Api
29 September: Hari Sarjana Indonesia
30 September: Hari Peringatan Pemberontakan G30S/ Partai Komunis Indonesia (PKI)

1 Oktober: Hari Kesaktian Pancasila
5 Oktober: Hari Tentara Nasional Indonesia (TNI)
9 Oktober: Hari Surat Menyurat Internasional
14 Oktober: Hari Pangan Sedunia
15 Oktober: Hari Hak Asasi Binatang
16 Oktober: Hari Parlemen Indonesia
20 Oktober: Hari Ulang Tahun Golongan Karya
24 Oktober: Hari Dokter Indonesia
24 Oktober: Hari PBB
27 Oktober: Hari Penerbangan Nasional
27 Oktober: Hari Listrik Nasional
28 Oktober: Hari Sumpah Pemuda
30 Oktober: Hari Keuangan

3 November: Hari Kerohanian
10 November: Hari Pahlawan
12 November: Hari Kesehatan Nasional
14 November: hari brigade mobil
17 November: Hari Suez
18 November : Harlah Muhammadiyah
21 ; hari pohon
22 November: Hari Perhubungan Darat
25 november : hari guru
25 November : Hari Anti Kekerasan Terhadap perempuan.

1 Desember: Hari AIDS Sedunia
1 Desember: Hari Artileri
2 Desember: Hari Penghapusan Perbudakan
3 Desember : Hari Penyandang Cacat
5 Desember : Hari Sukarelawan
6 Desember : Hari Anti Toleransi Terhadap kekerasan
perempuan
6 Desember : Harlah ICMI
8 Desember: Hari lahir Munir, Pejuang HAM
9 Desember: Hari Armada dan Anti Korupsi
10 Desember: Hari Hak Asasi Manusia (HAM)
12 Desember: Hari Transmigrasi dan lahirnya Prof Dr.Yusry
15 Desember: Hari Infanteri, Kelahiran KH.Sahal mahfud
19 Desember: Hari Trikora
22 Desember: Hari Ibu
22 Desember: Hari Sosial
22 Desember: Hari Korps Wanita Angkatan Darat