Jumat, 22 Mei 2009

Mahasiswa IAIN Ngaji Ke pondok Gus Mus


“Semakin kalian terlambat, saya semakin bersyukur. Karena saya tadi pagi baru datang dari luar kota. Habis sholat subuh baru tidur. Jadi semakin kalian terlambat waktu tidur saya semakin banyak. Hehehe…”

Demikianlah jawaban yang melegakan hati dari Gus Mus sekaligus pembuka gelak tawa kami di pagi itu setelah sebelumnya Bapak Dr. Hasan Asyari MA selaku ketua rombongan menyampaikan maaf atas keterlambatan kami. Ya, pada hari itu, Kamis, 21 Mei 2009 kami, Mahasiswa dari Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo yang berjumlah 45 orang sengaja datang ke Pondok pesantren Roudlorut Tholibin Rembang milik Gus Mus untuk mengadakan KKL (kuliah kerja lapangan). 

Kedatangan kami sempat terlambat satu jam lantaran salah seorang dari kami terlambat bangun dan kemudian ngotot menyusul bis kami yang saat itu sudah sampai Terboyo. Tepatnya di depan kantor Suara Merdeka. Kami harus menunggu walaupun akhirnya terlambat. Tapi keterlambatan tersebut ternyata ada hikmahnya juga. Keterlambatan kami membuat Gus Mus senang.

Dalam kuliah tersebut Gus Mus menerangkan banyak tentang peran ulama di Indonesia sesuai dengan teman KKL kami; Peran Ulama dalam Ihya’ Ulumuddin di Indonesia (studi pandangan Gus Mus). Materi yang disampaikan Gus Mus sangat menarik, dimulai dari pemaparan tentang peran ulama di Indonesia baik konteks kehidupan beragama sampai konteks kenegaranan seperti sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum dan lainnnya. Disusul dengan diskusi padat berisi namun juga tak lepas dari selorohan segar beliau yang membuat gerr kami semua.

Yang paling menarik adalah paparan beliau mengenai peran ulama dalam politik. Beliau mengatakan bahwa di Indonesia itu banyak orang yang menganut paham angger gelem, banyak orang yang tak tahu politik tapi tetap nekat mendirikan partai. Tak jelas apa tujuannya, termasuk di kalangan kyai dan pemuka agama. “Dulu saya menduga, para kyai ikut politik itu karena kasihan melihat ummuatanya, tapi lama-kelaman kelihatannya mereka seperti seneng sendiri, keenakan. Tapi akhirnya meraka selalu kalah karena tidak punya bahan, tidak kenal politik. Jalan pintasnya gusti Allah diajak kampanye hehe….”

Gus Mus juga mengajak kita semua untuk tidak memahami islam secara parsial. Seperti orang buta yang memegang kaki gajah lalu mengatakn gajah itu seperti bumbung. Tidak merasa paling benar sendiri. Caranya adalah dengan cara terus belajar dan berpikir kritis agar kita menganal Allah, tahu ajarannya dan kemauan-Nya. Untuk itu beliau memberi kiat pada kami tentang cara belajar ala Gus Mus yaitu selalu menjadikan apa saja sebagai guru yang bisa diambil pelajarannya, kapan saja dan dimana saja. Bisa dari anak kecil, pengemis, mahasiswa, bahkan facebook. Saya malah sering mendapatkan ilmu yang sebelumnya tidak terpikirkan dari cucu saya, soal facebook anak saya yang mengajari.

Terakhir Gus Mus memberi wejangan agar kami selalu belajar walaupun sudah lulus jadi srajana. “Sebab ketika seseorang itu merasa pandai lalu berhenti belajar maka saat itulah ia muali jatuh dalam jurang kebodohan”

Oleh Agus Hariyanto, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.

Tidak ada komentar: